Sabtu, 01 Oktober 2011

Valjudy is BACK! Tales of XI - IPA 1! -Part 1-

Well, sudah lebih dari setahun saya tidak membuka blog saya. Pantas saja sudah agak berdebu dan tidak terurus. Banyak juga kisah hidup saya yang terlewat di blog ini. Selama setahun saya tidak membuka blog, banyak sekali hal-hal yang terjadi di hidup saya. Hal pertama yang ingin saya ceritakan adalah bagian kecil dari hidup saya yang berharga. Saudara saya dan Ibu Kedua saya, XI - IPA 1.

Part 1 - Dari Segan Jadi Sayang (Normalisasi Hubungan Ibu dan Anak)

Kelas XI- IPA 1 adalah salah satu bagian paling penting selama kehidupan saya, dan sayangnya, saya melewatkan bagian itu untuk di tulis di blog saya. Mungkin karena setahun bersama teman-teman XI - IPA 1 terasa sangat berwarna bagi saya, maka saya jadi lebih sering mengamati teman-teman saya dibandingkan blog saya ini. Jika kelas X-4 saya anggap sebagai keluarga (sampai sekarang, bahkan sampai saya nenek-nenek nanti), maka XI- IPA 1 saya anggap sebagai Teman Senasib Seperjuangan yang berkembang menjadi saudara. Seperti bangsa Indonesia yang mengalami kesamaan nasib dan akhirnya bersatu, begitulah kami. Dengan kepopuleran kelas XI- IPA 1 sebagai The Superior Brain Class, kami diremehkan dalam hal kekompakkan. Thanks to Ibu Desi, wali kelas kami, yang menjadikan kami seperti saudara. Ibu Desi adalah sosok ibu guru yang paling saya hindari. Saya benar-benar tidak bisa menghadapi guru yang terlalu tegang, pasti saya akan bersikap hormat dan segan dengan beliau, dan sekarang beliau bukan lagi sebagai guru, melainkan sebagai 'ibu kedua' saya di sekolah. Ternyata, teman-teman saya merasakan hal serupa. Maka terbentuklah tembok besar di antara anak-anak murid dengan wali kelas sendiri. Karena perbedaan ideologi. Kesalahpahaman. Ketidakpedulian. Yah, hal-hal klise semacam itu yang menurut saya tidak penting, karena tugas Guru adalah sebagai Pendidik, bukan sebagai Pemimpin yang harus selalu diberi perhatian. Terkesan haus akan kasih sayang. Dan kami, anak-anak XI- IPA 1 bukan tipe pemanja yang biasa mencari perhatian ke wali kelasnya. Namun, saya tidak menyalahkan beliau untuk itu. Dari kami sendiri memang terkesan terlalu kaku dan cuek terhadap wali kelas sendiri. Kami benar-benar canggung dan merasa sedikit tidak nyaman dengan beliau. Yah, bahasa formalnya segan dengan beliau. Ternyata beliau malah tidak terlalu suka disegani, jadi ada salah paham begitu. Tapi syukurlah hubungan antara kami membaik dengan cepat dan berkat bantuan Ibu Byana. Yang pasti anak-anak Ibu Desi itu sayang loh sama wali kelasnya, dan kami juga tahu sebenarnya beliau pasti sayang sama kami.

XOXO Sepatu Community~